Wartadki.com| Depok – RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU P-KS) telah masuk dalam daftar prioritas DPR. RUU ini telah menimbulkan pro-kontra, Desakan untuk mengesahkan RUU tersebut datang baik dari LSM lokal maupun dari kancah internasional. Rena Herdiyani, Wakil Ketua Bidang Program Kalyanamitra yang menjadi anggota jaringan CEDAW Working Group Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia mendapatkan rekomendasi dari Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) Perserikatan Bangsa-bangsa untuk membuat peraturan perundang-undangan yang menghapus kekerasan berbasis gender.
Desakan untuk penolakan RUU PKS ini juga datang dari Masyarakat Peduli Keluarga. Nur Widiana, Koordinator dari Masyarakat Peduli Keluarga yang beberapa waktu lalu menyampaikan aspirasinya ke DPRD Kota Depok yang ditemui oleh Supariyono, Wakil Ketua DPRD Kota Depok beserta perwakilan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kota Depok.
Pada kesempatan tersebut Nur Widiana, mengungkapkan bahwa ada beberapa point yang dijadikan latarbelakang penolakan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Menurutnya, secara naskah akademik RUU tersebut bertentangan dengan karakter bangsa yang religius, berdasarkan pada Sila Pertama Dari Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa, oleh karena dalam penyusunan RUU tersebut tidak mencantumkan asas agama.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS), tambahnya sangat kental dengan semangat asing, dalam hal ini merujuk pada teori hukum feminis sebagai landasar berpikir dari RUU ini, dimana menurut pemikiran teori ini, bahwa ada ketidaksetaraan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Hal ini merupakan suatu nilai asing di masyarakat kita yang religius ini. Semua agama, menurutnya, menghargai harkat dan kemitraan laki-laki dan perempuan sebagai sesama manusia. Teori feminis ini mendorong konflik antara laki-laki dan perempuan. Bukan memberi solusi dari permasalahan yang berkembang dalam masyarakat.
Sementara itu menurut Abitri Negoro Hermanto, dari Wafa Project, yang ikut serta dalam pertemuan penyampaian aspirasi tersebut, menyatakan bahwa ada kekhawatiran dari akan disahkanya RUU RUU Penghapusan Kekerasan Seksual , pasalnya RUU ini memberi ruang untuk semakin berkembangan dan memberi legitamisi bagi prilaku seksual menyimpang. Karena berdasarkan Pasal 1, difinisi dari Kekerasan Seksual, jika kita melarang ataupun mengkritik hasrat seksual yang menyimpang dari seseorang termasuk sebagai tindak pidana. Jika penyimpangan seksual terus berkembang secara tak terkendali maka tidak bisa membayangkan bagaimana mereka sebagai calon kaum ibu nantinya mengasuh anak , agar bisa hidup lebih normal dan baik jauh terhindar dari cara pergaulan seks bebas.