Wartadki.com|Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2019 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Batas Maksimal Defisit APBS, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2020. Adapun dasar pertimbangan dari keluarnya PMK tersebut adalah ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2018 dan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 PP No. 12 Tahun 2019, pada 30 Agustus 2019,
Dalam Pasal 2 ayat (1) dari PMK tersebut dijelaskan bahwa Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD Tahun Anggaran 2020 ditetapkan sebesar 0,28 persen dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2020.
Proyeksi PDB (Produk Domestik Bruto) sebagaimana dimaksud merupakan proyeksi yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggara 2020.
Adapun Batas Maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2020 masing-masing daerah, menurut PMK ini, ditetapkan kategori Kapasitas Fiskal Daerah sebagai berikut:
- Sebesar 4,5 persen dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2020 kategori sangat tinggi;
- Sebesar 4,25 persen dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2020 kategori tinggi;
- Sebesar 4 persen dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2020 kategori sedang;
- Sebesar 3,75 persen dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2020 kategori rendah; dan
- Sebesar 3,5 persen dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2020 kategori sangat rendah.
“Batas Maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2020 masing-masing Daerah menjadi pedoman Pemerintah Daerah dalam menetapkan APBD Tahun Anggaran 2020,” bunyi Pasal 4 PMK ini.
PMK ini juga menetapkan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2020 sebesar 0,28 persen dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2020.
Pinjaman daerah sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini, termasuk pinjaman yang digunakan untuk mendanai pengeluaran pembiayaan.
Harus Mendapat Persetujuan
Dalam hal rencana Defisit APBD lebih besar dari Batas Maksimal Defisit APBD, menurut PMK ini, pelampaan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
“Persetujuan atau penolakan atas Batas Maksimal Defisit APBD menjadi pertimbangan dalam proses evaluasi Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD oleh Menteri Dalam Negeri/Gubernur,” bunyi Pasal 9 PMK ini.
Ditegaskan dalam PMK ini, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan terhadap Pemerintah Daerah yang menganggarkan penerimaan Pinjaman Daerah untuk membiayai Defisit APBD dan/atau untuk membiayai pengeluaran pembiayaan.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.07/2019 yang diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, pada 30 Agustus 2019 itu. (setkab)