Wartadki.com | DKI Jakarta – Kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras yang rencananya akan dilaksanakan akhir Januari 2018 sebesar 500 ribu ton menuai pro kontra dari masyarakat dan lembaga tinggi negara. Salah satu lembagat tinggi negara yang bersikap kritis atas kebijakan tersebut adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPDRI).
Hal ini bisa dilihat dari pernyataan sikap anggota Komite II DPD RI, yaitu: 1. menolak kebijakan impor beras, 2.meminta pertanggungjawaban Kementerian Perdagangan dan BULOG tentang impor, 3. Mengembalikan fungsi BULOG sebagai stabilisator harga pangan pokok, menyerap gabah petani dan pendistribusian beras, dan 4. meminta pemerintah menguatkan aturan agar BULOG dapat menyerap beras petani sesuai dengan target.
Pernyataan sikap DPDRI ini merupakan kesimpulan dari hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan Komite II DPD RI terkait kebijakan impor beras, pada hari ini Rabu (17-1) bertempat di Ruang Rapat Komite II DPDRI dengan mengundang pihak pemerintah.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Aji M. Mirza Wardana, ST, selaku Wakil Ketua Komite II DPD RI, dan dihadiri 18 Agggota, sedangkan dari pemerintah diwakili Kementerian Pertanian, yaitu Kepala Badan Ketahanan Pangan, Agung Hendriadi, dan Kementerian Perdagangan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri yang diwakili Direktur Impor, Indrasari Wisnu Wardhana.
Dalam RDP ini, mayoritas anggota Komite II DPD RI menyampaikan bahwa stok beras di wilayahnya cukup dan aman, sehingga tidak diperlukan impor beras.
“Kami telah melakukan survei di wilayah masing-masing pada saat reses, dan diketahui bahwa stok dan ketersediaan beras cukup, bahkan aman sampai masuk panen raya pada awal Februari 2018,” kata beberapa anggota DPD.
Dalam kesempatan tsb para anggota DPD juga menyuarakan bahwa kebijakan impor beras, meskipun hanya 500 ribu ton akan berdampak negatif ke petani yang sebentar lagi akan memasuki masa panen raya.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah terkait kebijakan impor antara lain, pelaksana impor awalnya oleh PT. Perusahaaan Perdagangan Indonesia (PPI), kemudian akhirnya berubah ke Perum BULOG.
“Beberapa daerah wilayah timur Indonesia mayoritas masyarakat menyukai beras lokal, sehingga kebijakan impor beras medium yang akan digunakan untuk menstabilkan harga beras dipandang kurang pas,” ujar beberapa anggota DPD dari Indonesia Timur.
Peningkatan Cadangan Beras Pemerintah 1 Juta Ton Pada Akhir Tahun
Point penting yang mengemuka dalam RDP adalah, terkait cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus diperkuat.
Mengingat CBP saat ini berkisar 240 ribu ton per tahun, dipandang tidak memadai untuk stabilisasi harga dan pasokan beras, khususnya pada saat harga beras naik seperti akhir-akhir ini.
Sementara itu, Agung Hendriadi mengatakan bahwa, stok beras dikatakan aman apabila Pemerintah memiliki CBP sekitar 1 juta ton pada akhir tahun.
“Oleh karena itu pada tahun 2018 Perum BULOG harus didorong untuk melakukan peningkatan serapan gabah/beras, khususnya mengoptimalkan serapan pada saat panen raya Februari-Mei 2018,” tambah Agung.