WARTADKI.COM|JAKARTA – Mahkamah Konstitusi mengadendakan sidang pemeriksaaan pendahuluan untuk Perkara Nomor 73/PUU-XVII/2000, Kamis (10/9). Dalam persidangan terkait dengan uji materi Undang-Undang Sumber Daya Air (UU SDA) itu, terungkap alasan pemohonan.
Pertama, berdasarkan pada Penjelasan Umum UU SDA yang menyatakan “Undang-Undang menyatakan secara tegas bahwa Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk itu, negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau”
Selain itu, berdasarkan pertimbangan hukum halaman 489-490 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004, Nomor 008/PUU-III/2005, dan Nomor 85/PUU-XI/2013 “Bahwa air tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara langsung saja. Sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pengairan untuk pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan untuk keperluan industry. Pemanfaataan sumber daya air tersebut juga mempunyai andil yang penting bagi kemajuan kehidupan manusia, dan menjadi faktor yang penting pula bagi manusia untuk dapat hidup secara layak. Ketersediaan akan kebutuhan makanan, kebutuhan energi/ listrik akan dapat dipenuhi, salah satu caranya adalah melalui pemanfaatan sumber daya air.”
Oleh karena itu, konservasi ataupun pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya air menjadi suatu keharusan bagi siapa saja, tidak terkecuali bagi PLTA penghasil listrik. Hal ini sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun oleh pemilik PLTA seperti tercermin pada Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2010 tentang Bendungan. Di mana dalam Pasal 75 Ayat (1) disebutkan, “Pengelolaan bendungan beserta waduknya menjadi pemilik bendungan”. Hal ini diperjelas kembali pada Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan, dimana pada Pasal 77 Ayat (1) dimana disebutkan “Pengelolaan bendungan beserta waduknya menjadi pemilik bendungan”.
Pelaksanaan Konservasi ataupun pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya air sudah dan terus dilaksanakan oleh pemilik PLTA, termasuk bendungan dan waduknya untuk memastikan sumber daya air terjaga dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya. Hal ini terbukti dengan sampai saat ini PLTA-PLTA yang dikelola oleh PT. Indonesia Power dan PT. PJB terus beroperasi dan terjaga keberlangsungan sumber daya airnya, walaupun beberapa dari PLTA yang dikelola sudah mencapai umur 100 tahun lebih.
Untuk itu, pelaksanaan konservasi dengan memungut BJPSDA terhadap PLTA menurut kami tidak tepat dan bertentangan dengan konstitusi karena tujuan awal pemungutan BJPSDA sudah terlaksana. yaitu memastikan keberlangsungan Sumber Daya Air.
Hal yang menjadi perhatian dari kami selain pemungutan BJPSDA akan memberatkan biaya pokok produksi, adalah adanya kemungkinan juga menimbulkan potensi adanya penyalahgunaan kewenangan negara oleh badan hukum lain, karena BJPSDA yang dikenakan tidak 100% masuk kepada Negara.